Ben Loory
Seorang pria menerbangkan sebuah pesawat melintasi lautan luas. Semakin lama ia merasa semakin lelah mengemudikan pesawat tersebut, namun tidak ada tempat baginya untuk mendarat, dan tidak ada tempat untuk berhenti—sejauh mata memandang hanya ada hamparan lautan luas sejauh ratusan mil. Kelopak mata pria itu semakin terasa berat; dan konsentrasinya pun buyar. Ia mulai membayangkan sebuah tenda—kalau bisa ia ingin mendirikan tenda di langit, dan merangkak ke dalamnya untuk melepas lelah.
Tapi baru saja pikiran itu hinggap di kepalanya, sebuah tenda tiba-tiba terlihat tepat di hadapannya: mengapung di udara—berwarna oranye mencolok, seperti warna pelampung pilot tersebut. Bahan terpal tenda itu berkibar kembang-kempis ditiup angin.
Pria itu tidak habis pikir. Kok bisa? Ia mengendarai pesawatnya mengitari tenda yang mengapung di udara. Betapa inginnya dia masuk ke dalam tenda itu. Betapa inginnya dia berbaring di sana.
Sang pilot menggosok matanya berkali-kali, namun tenda itu masih mengapung di sana. Masih ada di sana!
Akhirnya, sang pilot tidak tahan lagi. Di putaran berikutnya, ia melompat keluar dari pesawat. Ia tarik tali yang tersangkut di parasut dan perlahan-lahan menuruni ketinggian di udara. Ia meraih terpal berwarna oranya tersebut, dan menarik dirinya ke dalam, lalu ia berbalik dan membereskan parasutnya. Begitu sudah di dalam tenda, ia menatap ke arah pesawatnya yang berwarna keperakan—pesawat yang kemudian terjun bebas ke dalam laut.
Pria itu tidak perduli. Ia tidak sanggup menahan kantuknya. Ia meringkuk di lantai tenda dan menggunakan parasutnya sebagai selimut. Ia menutup matanya dan tertidur.
Ketika ia terbangun, ia mendengar suara deru mesin yang mengganggu. Ia melongok keluar dari pintu tenda yang terbuat dari terpal—dan dari kejauhan ia melihat pesawatnya yang berwarna perak kembali datang menjemputnya.
Pesawatku, pikir pilot itu—seraya mengusir kantuk dari tubuhnya. Aku harus kembali ke pesawatku. Ia membuka lebar pintu tenda dan berdiri menghadap ke langit luas. Ia menunggu saat yang tepat.
Ketika momen itu tiba, tanpa ragu-ragu ia melompat ke udara.
Sang pilot pun terjatuh dengan sangat anggun, penuh kepastian. Semua ada dalam kendalinya. Lalu—mendadak—ia mendapati parasutnya tersangkut di terpal tenda yang berada di atasnya. Ia pun menggeliat dan berusaha melepaskan diri, tapi bencana tidak dapat dielakkan lagi. Ia ditarik oleh parasut yang masih terikat di tubuhnya hingga melewati sayap pesawat—tepat beberapa meter dari sayap pesawat. Ia berusaha meraih ujung sayap dan gagal; ia mencoba lagi dan gagal lagi—begitu terus berkali-kali. Di luar kuasanya, ia terjatuh menuju lautan luas. Ketika akhirnya dia terhempas ke dalam laut, dunia seolah pecah berkeping-keping. Dan dari pecahan itu, sinar matahari melenggang masuk. Sinar itu berputar mengelilingi kabin kapal, dan menyilaukan mata sang pilot. Di kejauhan … daratan mulai terlihat.
Hak Cipta © 2011. Fiksi Lotus dan Ben Loory. Cerita ini tidak untuk digandakan, ditukar, ataupun diperjual-belikan.
______________________________________________________________
# CATATAN:
* Kisah ini bertajuk “The Pilot” karya BEN LOORY. Pertama kali diterbitkan oleh sebuah jurnal online, LitUp Magazine, pada tanggal 18 Desember 2010.
* Ben Loory adalah seorang penulis asal Amerika Serikat yang menetap di sebuah rumah di atas bukit di Los Angeles. Bukunya ‘Stories for Nighttime and Some for the Day’ akan terbit di musim panas 2011 (Penguin USA).
adalah seorang pemimpi yang tidak suka tidur. Dan ketika didatangi mimpi, senang menganalisa mimpi itu seolah pertanda serius (padahal cuma bunga tidur). Ngelindur.
Cerita yang sangat menarik. Saya melihat tenda tersebut sebagai sebuah keinginan yang selalu ada dalam pikiran seorang setiap kali mereka jenuh. Anggap saja seorang yang jenuh dengan rutinitas dan tiba-tiba saja ingin menjadi seorang musisi. Hal itu terasa tak mungkin namun terkadang, kesempatan itu lewat di depan kita, sama seperti tenda yang tiba-tiba muncul. Dan, tanpa pikir panjang, kita keluar dari daerah nyaman kita dan mengambil kesempatan tersebut. Saat akhirnya kita “menyelesaikan mimpi” kita, terkadang kita ingin balik pada daerah nyaman dan rutinitas namun sayang, tak semua orang seberuntung itu. Digambarkan dengan sulitnya dia kembali pada pesawat. Mungkin pada saat itu, akan menjadi titik terbawah dalam hidup kita namun,kita harus optimis karena ada daratan untuk kita garap. Pesan yang saya ambil,dalam mengambil keputusan penting, jangan lupa periksa parasut atau dalam hal ini, Plan B. Paling tidak, hidup kita tak akan hancur berkeping-keping 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
wah saya baru mengerti saat membaca komentar mbak Ivana.. 🙂
atau mungkin saja ini ben loory ingin mengajak pembaca utk memahami keterbatasan manusia yg dlm tulisan ini ditunjukkan dgn sang pilot yg tidak bisa menahan kantuk, dia mencoba menggapai pesawatnya berulang kali,.. dan di luar kuasanya dia terjatuh.. dan Tuhan yg bisa membuat segala ketidakmungkinan menjadi mungkin..
tulisan ben loory yg ini (dan yg lain) selalu bikin saya termenung dlu untuk memikirkan maksud tulisannya.. hehe
terimakasih mbak maggie.. 🙂
SukaSuka
membaca tulisan ben loory di FL ini menarik, selain isi ceritanya yakni tulisanya yang benar-benar singkat, tidak begitu panjang.
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya benar. Saya pun sangat mengagumi tulisan-tulisan Ben Loory 🙂 Makasih ya sudah main ke Fiksi Lotus 🙂
SukaSuka
sama-sama, mungkin minat untuk mampir di surat-untuk-ann.blogspot.com
SukaSuka