Screen Shot 2020-03-18 at 00.23.28

Tulisan di bawah ini merupakan terjemahan dari feed Twitter milik akun bernama Yano (@JasonYanowitz) yang sempat viral beberapa hari lalu dan sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Ada juga versi terjemahan bahasa Indonesianya dari @psycopatheticc kalau kalian mau cek di Twitter.

Screen Shot 2020-03-18 at 00.08.15

Perbedaan terjemahan itu dengan terjemahan ini ada pada konteks dan gaya bahasa, misalnya kata-kata toilet paper saya ganti jadi “hand sanitizer” supaya lebih sesuai dengan realita kita di Indonesia pada umumnya dan Jakarta pada khususnya.

Secara penyajian, ada banyak juga detil yang saya tambahkan untuk mengambil konteks pemikiran dan bahasa. Misalnya, “We know what you’re thinking because we were in your place, too” jadi “Ya, ya, ya kami paham cara pikir kalian. Dulu kami juga berpikiran sama.”

Dalam proses penerjemahan tulisan ini, saya sama sekali tidak ada maksud untuk mengubah cara bicara si empunya teks. Hanya saja saya berharap apabila konteks bahasa dan pemikiran bisa saya dekatkan dengan pembaca Indonesia, maka akan lebih efektif proses penyampaian pesannya. Namun, bila ada keberatan dari si empunya teks, tentu saya akan menghormati keinginannya dan menarik posting ini (kalau diperlukan).

Posting ini memang beda dengan posting lain di laman Fiksi Lotus, saya sadar itu. Namun pesan yang tersirat di dalam rantaian pesan ini sangat penting untuk dibaca dan dipahami oleh warga negara Indonesia yang sekarang tengah berusaha memerangi penyebaran COVID-19. Rasa-rasanya nggak ada kata redundan ataupun berlebih untuk mengedukasi diri kita dan orang-orang terdekat kita tentang pentingnya menjaga social distance sebagai strategi pencegahan penyebaran virus korona.

Selamat membaca, sila dibagikan bila dianggap berguna. Dan terus sehat ya!

Terima kasih.

Salam,

Sign MT

Maggie Tiojakin


 

Kalo kalian masih suka ketemuan sama temen-temen, makan di restoran atau bahkan minum-minum di bar, dan berlagak seolah ini semua cuma flu biasa, dengerin baik-baik.

Rangkaian pesan berikut ini diambil dari seorang warga Italia.

Pada intinya, mereka mau bilang:

“Wahai para warga global, kalian nggak akan sangka bahaya apa yang akan datang.”

PENTING DIBACA! 👇 👇

Rasanya udah bukan rahasia lagi bahwa saat ini Italia sedang dikarantina gara-gara penyebaran virus korona (COVID-19).

Situasinya parah; tapi lebih parah dari itu adalah cara negara-negara lain mengatasi penyebaran virus ini seolah apa yang terjadi di Italia nggak akan terjadi di negara mereka.

Ya, ya, ya, kami paham cara pikir kalian. Dulu kami juga berpikiran sama.

Makanya, saya akan coba jelasin ke kalian gimana situasi di negara saya bisa sampai ke titik ini…

TAHAP 1

Kalian paham bahwa virus korona itu isu kesehatan yang serius, dan ada beberapa kasus yang mulai muncul di negara kalian.

Nggak perlu khawatir, cuma flu berat aja!

Lagian umur saya masih jauh di bawah 75 tahun, separah apa sih efeknya?

Kondisi saya aman, nih orang-orang aja yang berlebihan, ngapain juga pake borong-borong masker dan hand sanitizer?

Saya akan tetap menjalankan hari-hari saya seperti biasa, nggak perlu lebay.

TAHAP 2

Kasus orang-orang yang terinfeksi virus korona mulai meningkat secara signifikan.

Pemerintah menetapkan “zona merah” dan mengkarantina satu atau dua kota kecil di mana kasus-kasus infeksi virus korona pertama kali ditemukan, dan ternyata cukup banyak orang yang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19. (22 Februari 2020)

Wah, sedih juga ya. Mengkhawatirkan. Tapi kayaknya pemerintah cukup tanggap, jadi nggak usah panik.

Beberapa pasien yang dinyatakan positif terinfeksi virus korona meninggal.

Tapi kan itu orang-orang lansia. Ini media aja yang membesar-besarkan buat naikin traffic web mereka. Malu-maluin deh.

Lagian orang-orang masih keliatan biasa aja, tuh. Masa saya harus berhenti ketemu temen atau berhenti pergi ke restoran dan bar?

Kecil banget lah kemungkinan saya ketularan virus korona. Semua orang yang saya kenal sehat, kok.

TAHAP 3

Jumlah orang yang teridentifikasi positif COVID-19 meningkat drastis.

Angkanya nyaris dobel dalam sehari.

Lebih banyak pasien yang nggak ketolong nyawanya.

Pemerintah menetapkan lebih banyak “zona merah” dan meng-karantina 4 wilayah yang katanya punya tingkat paparan virus korona tertinggi. (7 Maret 2020)

Di Italia, ini artinya sekitar 25% dari total penduduk negara dikarantina.

Sekolah dan universitas di keempat wilayah tadi buru-buru ditutup; tapi tempat umum kayak bar, tempat usaha, dan restoran masih tetap beroperasi seperti biasa.

Kebijakan karantina tembus di media lebih cepat dari perkiraan. Hasilnya? Panik! Sekitar 10.000 orang yang tadinya udah “dikurung” di zona merah langsung cepet-cepet keluar dan kabur ke daerah tinggal masing-masing. Nyebar ke seluruh penjuru negeri (inget-inget bagian ini, karena penting banget).

Sementara itu, 75% sisa penduduk Italia lainnya masih aja anggap isu virus korona hal yang belum perlu dibawa serius. Pola hidup sehari-hari belum ada yang berubah.

Mereka sama sekali nggak sadar bahwa situasinya udah kritis. Padahal, di mana-mana udah ada himbauan dan ajakan untuk selalu rajin cuci tangan dan jangan keluar rumah. Segala kegiatan berkumpul juga dilarang dan setiap 5 menit ada aja tayangan peringatan di layar TV soal aturan ketertiban negara terkait pencegahan virus korona.

Tapi, ya, orang-orang tetep aja belum “ngeh”.

TAHAP 4

Makin banyak orang terpapar virus korona, jauh lebih tinggi dari angka sebelumnya.

Semua sekolah dan universitas bikin kebijakan supaya murid-murid “belajar dari rumah” selama satu bulan ke depan.

Pemerintah Italia menyatakan status darurat kesehatan nasional.

Fasilitas rumah sakit terbatas, banyak banget kamar rawat yang terpaksa harus dikosongin sebagai bagian persiapan perawatan pasien COVID-19.

Ternyata jumlah dokter dan perawat yang dibutuhkan nggak mencukupi.

Akhirnya dokter dan perawat yang udah pensiun, dan yang udah hampir selesai masa kuliah kedokterannya, dipanggil untuk melayani masyarakat.

Mereka kerja udah nggak pakai skema giliran lagi. Nggak ada waktu. Pokoknya kerja dipol-in selama dan sekuat mungkin.

Kejadian berikutnya bisa diprediksi: dokter sama perawat terinfeksi virus korona, terus nularin keluarga mereka.

Banyak banget kasus radang paru-paru yang perlu perawatan dan kamar ICU, tapi tempatnya penuh.

Di titik ini, situasinya nggak jauh beda sama perang: para dokter mau nggak mau harus milih pasien yang dirawat berdasarkan tingkat kemungkinan sembuhnya (semakin rendah, semakin kecil kesempatan si pasien untuk dirawat).

Itu artinya, pasien lain yang udah tua atau pasien penderita stroke dan trauma nggak bisa dirawat karena prioritasnya adalah pasien yang terjangkit virus korona.

Nggak ada cukup sumber daya manusia dan fasilitas kesehatan untuk merawat semua orang, udah dicoba segala cara tetep aja ada yang nggak kebagian jatah perawatan.

Kalian pikir saya bercanda. Tapi ini serius. Kejadiannya memang begitu.

Banyak pasien meninggal gara-gara rumah sakit nggak punya cukup tempat untuk merawat mereka.

Saya punya temen dokter. Dia sempat nelpon saya dengan suara putus asa karena dia harus membiarkan 3 orang pasien meninggal di hari yang sama.

Banyak perawat yang nangis karena harus lihat banyak pasien sekarat, tapi mereka nggak bisa apa-apa kecuali nyiapin tabung oksigen.

Saudara teman baik saya meninggal kemarin karena virus korona, salah satu alasannya adalah kurang perawatan. Rumah sakit penuh. 

Kacau. Sistem negara berantakan nggak karuan.

Di mana-mana orang cuma bisa ngomongin soal virus korona dan betapa kita semua sedang berada dalam krisis gara-gara virus itu.

TAHAP 5

Masih ingat 10.000 orang tolol yang tadi kabur dari “zona merah” terus nyebar ke seluruh penjuru negeri?

Nah, gara-gara itu tanggal 9 Maret satu negara Italia dikarantina.

Tujuannya buat menunda dan melambatkan penyebaran virus korona.

Warga masih bisa kerja, belanja keperluan sehari-hari, dan pergi ke apotek. Semua kantor masih beroperasi, karena kalau nggak nanti takutnya ekonominya runtuh (padahal emang udah amblas). Tapi kalian nggak bisa keluar dari area komunitas tempat tinggal kalian, kecuali kalian punya alasan yang sangat mendesak.

Sekarang baru deh ada rasa takut. Banyak orang mulai pake masker dan sarung tangan, tapi masih ada aja orang-orang yang ngerasa mereka itu kebal, yang masih pergi ke restoran berkelompok, atau ketemu temen-temen untuk minum-minum dan seterusnya.

Tahap berikutnya.

TAHAP 6

2 hari kemudian, pemerintah bikin pengumuman lagi: semua (sebagian besar) kegiatan usaha dihentikan sementara — bar, restoran, pusat belanja, dan toko-toko lainnya.

Semua kegiatan usaha tutup, kecuali supermarket dan apotek.

Kalian cuma boleh keluar dari rumah kalo kalian punya surat keterangan.

Surat keterangan ini bentuknya persis dokumen resmi yang isinya nama kalian, tempat tinggal kalian, kalian mau ke mana dan untuk tujuan apa.

Di mana-mana ada pos pemeriksaan yang dijaga ketat polisi.

Kalo kalian ketangkep berkeliaran di luar rumah tanpa alasan jelas, kalian bisa-bisa didenda sebesar EUR 206.

Kalo kalian pasien yang udah diidentifikasi positif COVID-19 dan ketahuan masih berkeliaran di luar area karantina, maka kalian beresiko dipenjara antara 1 sampai 12 tahun dengan tuntutan “pembunuhan”.

PESAN TERAKHIR

Itulah situasi terakhir di Italia per tanggal 12 Maret 2020.

Inget, semua runutan kejadian di atas cuma makan waktu sekitar 2 minggu. Cepet banget.

5 HARI DARI TAHAP 3 KE SITUASI SEKARANG

Negara-negara lain — selain Italia, Cina dan Korea — baru aja ngerasain tahap-tahap awal, makanya saya cuma mau bilang:

Kalian sama sekali nggak paham apa yang bakal kalian hadapi.

Saya bisa bicara kayak gini karena 2 minggu lalu saya sama nggak pahamnya seperti kalian sekarang. Dan waktu itu saya pikir kejadiannya nggak mungkin jadi separah ini.

Nyatanya? Jauh lebih parah dari pikiran terburuk saya.

Alasannya bukan cuma gara-gara virus korona itu bahaya dan mematikan, tapi yang bikin parah itu konsekuensi tindakan kita sendiri.

Susah banget bagi saya untuk ngeliat sekian banyak negara asing sikapnya santai-santai aja seolah apa yang terjadi di negara saya nggak akan terjadi di negara kalian; apalagi ngeliat pemerintah negara-negara lain nggak mikirin sama sekali gimana cara mencegah pemaparan virus korona dan menjaga keselamatan para warganya. Padahal mereka masih punya kesempatan untuk ngelakuin itu.

Saya mohon, kalo kalian baca tulisan ini, jangan sotoy. Bijaksana dikit lah.

Masalah ini nggak akan beres sendiri, kalo kita nggak turun tangan bareng.

Ini aja saya was-was ngeliatin Amerika. Berapa banyak pasien yang nggak ketahuan? Kalo ngukur dari cara kerja pemerintahannya sekarang, kayaknya masalah yang bakal mereka hadapi akan sangat besar.

Tapi untuk pertama kalinya, saya harus mengapresiasi usaha pemerintahan negara saya sendiri.

Tindakan yang diambil emang drastis, tapi perlu. Dan ini mungkin satu-satunya harapan kita untuk menghentikan penyebaran virus korona.

Kalo di Cina aja strategi ini berhasil, mudah-mudahan di negara saya juga (metode ini mulai menunjukkan hasil baik di beberapa zona merah awal).

Pemerintah juga ambil tindakan lainnya untuk melindungi para warga negara, seperti membekukan pembayaran cicilan rumah selama beberapa bulan ke depan dan bantu-bantu pemilik toko yang seharusnya tokonya udah tutup gara-gara bangkrut.

Saya paham banyak tindakan yang diambil pemerintah negara Italia mungkin sulit diterapkan di negara lain karena satu dan lain hal; tapi sebenarnya hal itu nggak mustahil. Lebih ngeri kalo kita mikir apa efek global penularan virus semacam ini.

Saya jadi iseng mikir sejauh mana pandemi ini bakal ngubah cara kita bermasyarakat?

Kalo ada sejumlah orang yang teridentifikasi positif di area tempat tinggal kalian, maka besar kemungkinan virusnya udah menyebar, dan kalian mungkin cuma 1-2 minggu di belakang kami terkait pola sebarnya.

Cepat atau lambat, kalian akan tiba di posisi kami sekarang.

TOLONG lakukan pencegahan sedini dan sebisa mungkin.

Jangan kebanyakan gaya dan mikir virus ini nggak akan nularin kalian.

Kalo bisa, gak usah kemana-mana. CUKUP DIAM DI RUMAH. FL

adalah seorang pemimpi yang tidak suka tidur. Dan ketika didatangi mimpi, senang menganalisa mimpi itu seolah pertanda serius (padahal cuma bunga tidur). Ngelindur.

4 Comment on “Dia, Virus Korona

Tinggalkan balasan