Pada tahun 1938, tidak sabar ingin mendapat komentar tentang karya yang ia tulis, seorang penulis muda dan mahasiswi Radcliffe College bernama FRANCES TURNBULL mengirimkan sebuah cerita pendek kepada seorang novelis ternama sekaligus teman keluarga, F. SCOTT FITZGERALD. Tidak lama kemudian, Frances menerima balasan surat berisi tanggapan yang agak kasar, namun jujur dan inspiratif.
Di tahun 1932, Fitzgerald menyewa sebuah rumah di tanah milik keluarga Turnbull selama 1.5 tahun dan karena itu menjadi dekat dengan seluruh anggota keluarga tersebut.
Surat ini diambil dari kumpulan korespondensi F. Scott Fitzgerald yang dibukukan dengan judul F. Scott Fitzgerald: A Life in Letters (1995).
Selamat membaca! FL
——————
Dear Frances:
Saya sudah membaca ceritamu dengan hati-hati, namun saya rasa harga yang harus kau bayar untuk menulis secara profesional sangatlah tinggi bila dibandingkan dengan kemampuanmu saat ini. Oleh sebab itu, kau harus menjual hatimu, reaksi terdalam-mu pada karya-karya berikutnya. Jangan fokus hanya pada hal-hal kecil yang menyentuh hatimu secara gamblang, atau pada pengalaman-pengalaman kecil yang biasa kau ceritakan di tengah santapan makan malam.
Di awal masa penulisanmu, hal itu mungkin sulit dielakkan, karena kau belum mengembangkan trik yang diperlukan untuk menarik perhatian pembaca, dan kau juga belum menguasai teknik yang lumrahnya makan waktu bertahun-tahun untuk dipelajari. Pendek kata, dalam kondisi seperti ini, kau tidak punya ‘aset’ lain untuk dijual kecuali emosi.
Jangan khawatir, ini pengalaman yang harus dilalui oleh semua penulis. Charles Dickens juga melakukan hal yang sama saat ia menulis Oliver Twist, di mana ia menuangkan kekesalan seorang anak setelah disiksa dan dibuat kelaparan, sesuatu yang datang dari masa kecilnya sendiri. Cerita-cerita awal karya Ernest Hemingway dalam koleksi berjudul In Our Time juga menyinggung semua hal yang pernah dia ketahui dan rasakan. Dan dalam kapasitas yang sama, dalam buku This Side of Paradise saya bercerita tentang sebuah kisah cinta yang masih melukai saya sampai hari ini.
Para penulis amatir selalu menganggap enteng kemampuan penulis senior (profesional) dalam mengubah reaksi karakter agar menjadi cerdas dan menarik. Para penulis amatir, tanpa mempelajari teknik dan trik yang diperlukan untuk menguasai bidangnya, selalu berpikir hal itu mudah dilakukan. Namun, seiring berjalannya waktu, bila mereka tekun, para penulis amatir akan menyadari bahwa satu-satunya cara untuk mentransfer emosi ke dalam diri orang lain adalah dengan mengoyak isi hati mereka sendiri dan menumpahkan semua hal yang tragis dan menyakitkan ke atas kertas—agar bisa dilihat orang banyak.
Ini adalah syarat untuk menjadi penulis yang baik, harga yang harus kau bayar untuk menghasilkan karya yang luar biasa. Apakah kau siap untuk membayarnya, atau apakah hal ini sesuai atau tidak sesuai dengan apa yang menurutmu “baik dan benar” untuk diceritakan—kau harus memutuskan sendiri. Namun ini adalah syarat utama untuk menghasilkan sebuah karya sastra, bahkan sastra ringan sekalipun—terlepas dari siapa yang mengupayakannya, apakah dia penulis muda atau tua, pemula atau veteran. Profesi ini mengharuskan pelakunya untuk “bekerja keras”. Sama seperti di medan perang, tak ada kubu yang mau merekrut seorang prajurit yang hanya sedikit berani.
Oleh sebab itu, nampaknya tidak perlu bagi saya untuk menjabarkan alasan kenapa cerita ini tidak layak dijual; tapi saya sangat menghargai usahamu, dan karenanya saya tidak mau setengah-setengah dalam memberikan komentar, seperti yang biasa dilakukan penulis seusia saya. Jika kau memutuskan untuk menuangkan cerita-cerita lain, tidak ada orang yang lebih tertarik daripada..
Teman lamamu,
F. Scott Fitzgerald
P.S. Saya juga ingin berkomentar bahwa tulisanmu mulus dan baik dan ada beberapa halaman yang menurut saya sangat menarik dan elegan. Kau punya bakat—tapi ini sama saja seperti mengatakan bahwa seorang prajurit memiliki kualifikasi fisik yang baik untuk dididik di akademi tentara West Point.
2012 © Fiksi Lotus & F. Scott Fitzgerald. Tidak untuk dijual, digandakan atau ditukar.
adalah seorang pemimpi yang tidak suka tidur. Dan ketika didatangi mimpi, senang menganalisa mimpi itu seolah pertanda serius (padahal cuma bunga tidur). Ngelindur.
Masih remang-remang dengan isi suratnya. Mungkin bisa ‘dipermudah’ bahasanya untuk bagian ini?
“Satu-satunya cara untuk mentransfer emosi ke dalam diri orang lain adalah dengan mengoyak isi hati mereka sendiri dan menumpahkan semua hal yang tragis dan menyakitkan ke atas kertas—agar bisa dilihat orang banyak.”
SukaSuka
Halo Kucing Senja. Aku rasa maksud Fitzgerald yaitu “satu-satunya cara u/ membuat cerita jadi ‘hidup’ adalah bagi si penulis u/ membuka dirinya, menelaah pengalaman hidupnya sendiri dan mencurahkan semua yang ia rasakan ke dalam tulisan.” 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Harus jujur ya.
Terimakasih, Mbak. 😀
SukaSuka
Izin ikutan. Benar-benar harga mahal untuk jadi penulis. Sering banget saya malu untuk menelaah pengalaman hidup sendiri kalau harus diikuti dengan menuliskan dan mengirimkannya untuk dipublikasikan, meskipun dengan belokan di sana-sini supaya menjadi fiksi, tetap saja takut “ketahuan”.
Terima kasih mbak Maggie atas posting ini, dan juga jawaban atas pertanyaan saya di kolom profil. Sukses untuk mbak Maggie!
SukaSuka
Hai Agus. Terima kasih juga karena sudah main ke Fiksi Lotus ya! 🙂
SukaSuka
betapapun pedasnya kritikan dari Fitzgerald tapi hal seperti inilah yang diperlukan oleh para penulis baru, bukan sekedar puja dan puji basa basi tapi kejujuran menilai dan mengkritisi.
SukaSuka
Setuju 🙂 Terima kasih karena sudah mampir kemari yaaa 🙂
SukaSuka
Dear Scott,
Saya sudah menerima balasan surat yang Anda tujukan khusus kepada saya, penulis pemula yang menurutmu bermimpi menjual ide.
Scott, Anda tahu? Saya suka caramu yang blak-blakan menerangkan pada saya: “…kau tidak punya ‘aset’ lain untuk dijual kecuali emosi.”
Kata-kata tajammu itu mengelupas katarak pandangan semu mataku tentang karya tulisku sendiri. Saya akui terkadang terlalu naif bahwa yang telah tuangkan ke dalam tulisan sudah sangat sempurna dan dapat menarik perhatian pembaca dengan aspek simpati. Wah, ternyata saya terjebak dalam jaring-jaring prsangka sendiri.
Baiklah, Scott.. terima kasih atas saranmu.
Untuk Mbak Maggie, salam kenal dan terima kasih sudah berkenan berbagi karya sastra dunia dengan kita.
Ichsan
SukaSuka
Halo Ichsan. Salam kenal juga. Dan terima kasih karena sudah mampir ke Fiksi Lotus ya. Semoga posting2 berikutnya juga menarik 🙂
SukaSuka
Habis membaca surat itu, entahlah apa yang terfikir dalam kepala saya…hm, terinspirasi ?
SukaSuka
Hi Fajar. Terima kasih atas komentar + kunjungannya ya 🙂 Mari menuai inspirasi bersama 🙂
SukaSuka
Blog ini luar biasa!
SukaSuka
Halo,
Terima kasih ya 🙂 Semoga menikmati posting2 yang ada di sini 🙂
SukaSuka
Hi there, i read your blog occasionally and i own a similar one and i was just curious if you get
a lot of spam comments? If so how do you prevent it, any plugin or anything you can recommend?
I get so much lately it’s driving me insane so any assistance is very much appreciated.
SukaSuka
Reblogged this on indri hapsari.
SukaSuka
Menulis, pada akhirnya bukan hanya mencipta tulisan, tapi mencipta manusia itu sendiri, kehidupan dengan segala maknanya. Kisah hidup Fiztgerald menggambarkan hal itu. Ya, awalnya mungkin hanya berupa hasrat; menulis terasa mudah jika hanya bermodalkan ini. Kemudian, seiring pengalaman, wawasan, teknik dan ide-ide berkembang, menulis akan menjadi kerja yang semakin sulit, dalam pengertian semakin selektif dalam menggunakan keseluruhan elemennya, karena ia tak lagi menulis segala yang terlintas dalam benaknya begitu saja. Sebagaimana sebaiknya manusia hidup. Saya banyak belajar di sini. Terimakasih.
SukaSuka
Pesan surat tsb berguna bget buat sya sebagai penulis baru…
Dan karena sejujurnya trkadang saat saya menulis saya kurang melepas diri& malah mikirin banyak hal lain…
Trima kasih u/ postingannya yg brguna bget ini, trutama buat saya
SukaSuka
It’s great compassion, we should or shouldn’t tell the truth to the world,
SukaSuka
“dalam kondisi seperti ini, kau tidak punya ‘aset’ lain untuk dijual kecuali emosi.” , apakah ini maksudnya teknik lebih penting dari emosi pada suatu tulisan , dijelaskan butuh bertahun tahun mempelajari teknik dan trik,,, harus gimana belajarnya supaya bisa berkembang on the right track.. makasih .. 🙂
SukaSuka
Reblogged this on Lingkar Sastra ITB and commented:
Fiksilotus jadi tongkrongan yang mengasyikan.
SukaSuka
Izin menjadikan surat ini sebagai bahan diskusi 🙂 Salam. Ditunggu Fiksi Lotus Vol.2. Kami suka terjemahannya.
SukaSuka