Italo Calvino
Ketika perang meletus seorang pemuda bernama Luigi bertanya apakah dia bisa mendaftar sebagai prajurit relawan.
Semua orang memuji keberaniannya. Luigi pergi mendatangi tempat di mana senapan dibagikan secara massal dan berkata: “Sekarang aku akan pergi membunuh seseorang bernama Alberto.”
Prajurit lain bertanya siapa Alberto yang dimaksud.
“Musuh,” kata Luigi. “Musuhku.”
Mereka menjelaskan kepada Luigi bahwa dia hanya diperbolehkan membunuh musuh dengan tipe tertentu, bukan siapa saja yang dianggapnya sebagai musuh pribadi.
“Lantas?” tanya Luigi. “Kalian pikir aku bodoh? Alberto ini adalah tipe musuh yang kalian maksud. Salah satu dari mereka. Ketika aku mendengar kabar bahwa kalian berperang dengan orang-orang itu, aku berpikir: Aku juga akan ikut perang supaya aku bisa menghabisi Alberto. Itu sebabnya aku ada di sini. Aku tahu Alberto: dia itu penjahat. Dia mengkhianatiku, dia sengaja mempermalukan aku di depan seorang wanita. Tapi itu cerita lama. Bila kalian tak percaya, aku akan ceritakan semuanya.”
Para prajurit lain mengaku bahwa mereka mempercayainya.
“Oke, kalau begitu,” kata Luigi. “Sekarang katakan padaku di mana Alberto berada dan aku akan segera berperang melawannya.”
Mereka bilang mereka tidak tahu.
“Ya sudah, tidak penting,” kata Luigi. “Nanti akan aku cari orang yang tahu di mana Alberto berada. Cepat atau lambat aku pasti bisa menemukannya.”
Mereka menegur Luigi. Dia tidak boleh pergi ke mana dia suka. Dia harus pergi ke medan perang yang telah ditentukan dan membunuh siapa saja yang kebetulan ada di medan perang tersebut. Mereka tidak tahu apa-apa soal Alberto.
“Nah, kalau begitu,” hardik Luigi. “Aku harus menceritakan semuanya kepada kalian. Karena Alberto itu benar-benar penjahat kelas kakap dan kalian melakukan hal yang benar dengan mengangkat senjata dan memeranginya.”
Namun para prajurit lain tak ada yang mau tahu soal Alberto.
Luigi berusaha menjelaskan: “Maaf, bagi kalian mungkin tak ada bedanya siapa yang aku bunuh selama ia dianggap musuh, tapi aku akan sangat marah bila aku membunuh orang yang tak ada sangkut-pautnya dengan Alberto.”
Para prajurit itu pun hilang kesabaran. Salah satu dari mereka memberikan teguran keras pada Luigi dan menjelaskan apa arti perang dan bahwa tidak ada dari mereka yang diperbolehkan membunuh musuh tertentu sesuai dengan keinginan pribadi masing-masing prajurit.
Luigi mengedikkan pundak. “Kalau begitu, aku mau keluar saja.”
“Kau tidak bisa keluar,” teriak mereka. “Kau sudah terlanjur mendaftar dan jadi bagian dari pasukan kami.”
“Siap grak! Majuuuu jalan! Tu, wa, tu, wa…” dengan begitu mereka pun mengirim Luigi ke medan perang.
* * *
Luigi kesal. Dia mulai membunuh musuh seenaknya, berharap Alberto (atau anggota keluarganya) ada di antara mereka. Luigi dianugerahi medali penghargaan untuk setiap musuh yang ia habisi, namun tetap saja hatinya gundah. “Jika aku gagal membunuh Alberto,” pikirnya, “maka orang-orang yang telah kubunuh mati sia-sia.” Hal ini membuatnya merasa sangat bersalah.
Sementara itu, Luigi terus dianugerahi medali-medali baru — perak, emas, segala macam.
Pikir Luigi: “Bunuh sedikit hari ini, bunuh sedikit besok, maka jumlah musuh akan semakin berkurang. Cepat atau lambat giliran Alberto pasti tiba.”
Namun pihak musuh terlanjur menyerah sebelum Luigi menemukan Alberto. Ia merasa bersalah karena telah menghabisi nyawa banyak orang dengan cuma-cuma. Dan berhubung sekarang mereka telah memasuki masa damai, Luigi membagikan medali-medali yang pernah ia terima ke seluruh penjuru daerah kekuasaan musuh, menemui para janda dan anak-anak musuh yang telah ditinggal suami dan orangtua mereka.
Dalam perjalanannya mengarungi daerah kekuasaan musuh, Luigi tak sengaja berpapasan dengan Alberto.
“Bagus,” katanya. “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.” Dengan begitu, ia membunuh Alberto.
Pada saat itulah Luigi ditangkap, diadili dan dihukum gantung. Di persidangan, Luigi terus mengulang perkataan yang sama: bahwa dia membunuh Alberto untuk menenangkan hati nuraninya. Tapi tak ada orang yang sudi mendengarnya. FL
2014 © Hak Cipta. Fiksi Lotus dan Italo Calvino. Tidak untuk dijual, digandakan ataupun ditukar.
———————-
#CATATAN:
> Cerita ini bertajuk Coscieza (Italia) atau Conscience (Inggris) karya ITALO CALVINO dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1950an.
>> ITALO CALVINO adalah jurnalis, novelis dan cerpenis asal Italia yang sudah berkali-kali dinominasikan sebagai kandidat penerima Penghargaan Nobel untuk bidang Kesusastraan. Ia meninggal di tahun 1985. Beberapa karyanya yang mendunia adalah Cosmicomics, Invisible Cities dan If on a Winter Night’s Traveler.
#POIN DISKUSI:
Saya menyukai cerpen Italo Calvino (terima kasih banyak buat Maggie Tiojakin memuatnya disini) karena cara penyampaian pesannya yang sederhana namun menggelitik. Setiap membaca pasti ada saat saya merasa ‘Yup, it’s so true’ atau bahkan mengumpat seserapah-serapahnya dalam hati. Termasuk dalam cerpen ini. Menurut pemahaman sederhana saya, sosok ‘Alberto’ (dalam pandangan teman-teman Luigi) adalah gambaran dari orang-orang yang harus mati dalam setiap perang. Teman-teman Luigi tidak mengenal Alberto sehingga ia mencegah Luigi untuk membunuhnya. Padahal dalam perang, mereka: teman-teman Luigi, pun membunuh orang-orang dengan kriteria yang sama; mereka tidak mengenalnya.
Sulit untuk menilai mana yang lebih bermoral karena dalam tindakan teman-teman Luigi saya melihat perilaku Luigi. Hal itu seperti membuka sebuah kotak dan menemukan sebuah kotak lain di dalamnya. Saya tidak akan pernah tahu apa yang tersimpan dalam kotak itu, seperti halnya apa yang melatari perang dan apa yang membenarkan Luigi membunuh Alberto.
Moralitas menjadi hal yang absurd dalam kasus itu. Kenapa? karena yang menjadi ukuran adalah suara kebanyakan orang yang mungkin kita sebut dengan peradilan. Moralitas bagi saya tidak bisa diadili, setidaknya di dunia.
SukaSuka
Terima kasih banyak Mbak Maggie, sudah menerjemahkan cerita ini dan banyak sekali cerita lainnya 🙂 Nama saya Ami, salam kenal, Mbak.
1. Luigi ingin membunuh Alberto karena… (aku tidak bisa berpikir lebih jauh selain menganggap bahwa Alberto adalah musuh bagi diri Luigi).
2. Membunuh itu melawan moral karena menghilangkan nyawa orang lain. Namun, pada kondisi perang, membunuh musuh diperbolehkan. Luigi hanya ingin membunuh 1 orang yang spesifik (Alberto), sementara para prajurit lain ingin mengalahkan musuh, yang mengharuskan mereka untuk membunuh banyak orang. Menurutku, Luigi pantas dihukum pada akhirnya karena membunuh untuk tujuan pribadi, sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. Berbeda dengan prajurit yang tidak ingin mencapai tujuan pribadi apapun, hanya berjuang untuk mempertahankan negaranya.
3. Yang terlintas di pikiranku setelah membaca cerpen ini adalah bahwa di dalam masyarakat, pembunuh diganjar dengan balasan yang berbeda, bergantung pada tujuannya. Membunuh untuk kepuasan diri sendiri akan diganjar dengan hukuman mati, tetapi membunuh musuh negara merupakan tindakan kesatria yang pantas dipuji dan diberi hadiah. Tak peduli meskipun untuk menjadi prajurit yang berjasa, ia harus mengotori tangannya dengan darah. Dan yang kutangkap di sini adalah ganjaran pada mereka yang membunuh, bukan pertama kali dilihat dari jumlah orang yang terbunuh, melainkan niatnya. Apakah ia melakukannya dengan sengaja? Apakah ia melakukannya dalam kondisi darurat? Apakah ia melakukannya untuk menjaga keamanan negara?
4. Moralitas itu tetap, tetapi setiap tindakan yang terkait dengan moralitas bisa dinilai berbeda, bergantung pada sudut pandang kita dalam melihatnya dan tujuan si pelaku itu sendiri.
SukaSuka
Menurut kamu, kenapa Luigi ingin membunuh Alberto?
obsesi
Siapa yang lebih bermoral: Luigi atau para prajurit yang lain?
tidak ada
Apa kesan kamu setelah membaca cerita ini?
manusia adalah mahluk mengerikan dengan kegilaannya
Apa pandangan kamu tentang moralitas setelah membaca cerita ini?
pasti ada bayaran setimpal bagi tiap perbuatan, kan?
SukaSuka
masalah pribadi,sesuatu yang berhubungan dengan wanita, kebanggaan atau apapun itu.
Moralitas itu relatif. Tergantung kamu berada di pihak kawan atau lawan. pihak kawanmu pun belum tentu adalah kawan sebenarmu.
sebuah perenungan yang menarik tentang moralitas. Apakah seseorang itu bermoral kalau ia melakukan yang benar untuk kaumnya? apakah seseorang tidak boleh memuaskan ego pribadinya sendiri?
Meskipun moralitas berkaitan dengan konsensus umum yang disepakai orang banyak, ada kalanya moralitas tidak sesuai dengan isi hati. Yang terbaik bagi Luigi mungkin… tidak usah berperang saja…
SukaSuka
1. Menurut saya, Luigi ingin membunuh Alberto karena dendam.
2. Luigi maupun prajurit, dalam hal ini (perang) sama-sama tidak dapat saya nilai bermoral atau tidaknya, karena saya tidak tau apa yang mendasari adanya perang tersebut. Perang dalam membela kebenaran, tentu saja diperbolehkan, namun perang untuk menindas pihak lain? Saya yakin semua orang tidak akan ada yang setuju.
3. Kesan saya setelah membaca cerpen ini: saya benar-benar tertegun dengan akhir pada ceritanya. Penulis berhasil menuliskannya dengan cerdas dan sedikit menggelikit saya sebagai pembaca dengan ahir cerita yang sungguh ironis.
4. Penilaian mengenai moralitas tidak selalu berlaku sama, melainkan ditentukan dengan situasi, kondisi, serta tujuannya.
SukaSuka
Duh, Italo Calvino memang keren ya.
Dalam cerpen ini, saya diajak ‘menertawakan’ sebuah prosesi membunuh, yang meskipun sama-sama menghilangkan nyawa orang, tetapi bisa diganjar dengan balasan yang berbeda: medali atau hukuman mati!
SukaSuka
Kenapa Luigi membunuh Alberto? Karena menurut Luigi, itulah tujuan perang sesungguhnya. Ketika perang usai sebelum tujuan utama tercapai, Luigi merasa berdosa karena telah banyak nyawa yang tak bersalah yang direnggut. Pada akhirnya Luigi pun menerima hukuman karena kesalahannya, membunuh Alberto, yang menjadi alasannya berperang. Pada akhirnya, apapun yang menjadi tujuan, perang itu sendiri adalah sebuah kesalahan.
SukaSuka
Saya melihat hidup ini sangat rentan, bukan karena fisik kita lemah ( Disebutkan disini kalau Luigi mampu menghabisi banyak orang – sehingga dia bukan orang yang lemah), namun rentan karena nasib seseorang bisa ditentukan oleh aturan.. Aturan bisa membenarkan dan menyalahkan suatu perbuatan yang sama, dalam hal ini “membunuh”. Dan aturan itu tidak peduli dengan “keinginan pribadi” orang tersebut. Aturan itu menganggap orang tersebut masuk dalam ruang lingkupnya. Kadang kita mengikuti aturan, dianggap berprestasi,tapi tidak merasa damai , kadang kita melakukan apa yang kita inginkan, lalu aturan itu menganggap kita salah lalu dihukum.
SukaSuka
ini sama saja dengan perang itu sendiri: kalah menjadi penjahat perang, menang menjadi pahlawan perang.
SukaSuka
Saya tidak menemukan jawaban lain, kecuali kata “dendam” dari pertanyaan pertama, yaitu kenapa Luigi ingin membunuh Alberto?
Untuk pertanyaan kedua, siapa yang lebih bermoral Luigi atau para prajurit yang lain? Sungguh, pertanyaan ini mendorong saya untuk membaca kembali cerita tersebut, sekaligus telah berhasil membuat saya cukup lama merenung. Secara umum, moral dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Mungkin dalam cerita ini, Lugi lebih moral dari pada prajurit lainnya, meskipun keduanya (Luigi dan prjurit lainnya) sama-sama membunuh, yang merupakan tidakan salah dan tidak dapat dibenarkan. Namun, keduanya memiliki prinsip yang berbeda dalam hal membunuh. Tidak ada alasan lain bagi prajurit untuk membunuh kecuali kata ‘perintah’. Tak ubahnya robot yang dapat digerakkan dengan menekan tombol (perintah). Tapi Luigi memiliki alasan yang berbeda dengan prajurit lainnya, sebuah alasan yang menurut saya lebih manusiawi dari pada hanya sekedar perintah. Dia hanya ingin membunuh orang jahat atau orang yang telah menghinati dan menyakiti dirinya. Cerita ini juga merepresentasikan bagaimana perasaan bersalah dan menyesal Luigi ketika membunuh orang yang bukan Alberto di medan perang. Perasaan bersalah Luigi juga digambar dengan bagaimana ia berniat untuk membagikan medalinya kepada keluarga dari pihak musuh yang telah mati terbunuh.
Ketiga, kesan yang dapat saya petik setelah membaca cerita ini, yaitu sebuah karya tulis yang amat cerdas, pun dengan beberapa pertanyaan yang dilontarkan.
Terakhir, apa pandangan kamu tentang moralitas setelah membaca cerita ini? morlitas adalah produk budaya dan bersifat relatif. Penangkapan Luigi dan hukuman mati yang dijatuhkan kepada dirinya di akhir cerita ini, sebagai petanda baik atau tidaknya tindakan (moral) seseorang di mata bublik. Membunuh bukan hanya persoalan tindakan untuk menghilangkan nyawa dan berbagai alasan yang mendasarinya. Lebih dari itu, membunuh kini dihubungkan dengan waktu. Salah atau benarnya membunuh, tergantung waktu yang telah diatur oleh negara (legal atau ilegalnya membunuh). Luigi ditangkap karena melanggar aturan (waktu yang telah ditetapkan), yaitu membunuh musuh disaat masa damai, meskipun yang ia bunuh adalah orang terjahat di dunia sekalipun. Oleh karena itu, bagi penganut padigma hukum positivis tindakan Luigi tentu tidak dapat dibenarkan, tapi bagi yang menggunkanan perspektif sosiologi hukum tindakan Luigi membunuh Alberto bisa saja tidak dianggap sebagai kesalahan.
SukaSuka
salam kenal mba….
entah mungkin pemikiran sy yg terlalu dangkal, atau kurang memahami cerita tetapi sy berpikir cerita ini berkisah sebaik apapun selama ini perilakumu tetapi ketika kau melakukan satu kesalahan orang2 akan menghujat bahkan sebelum menahu dibalik perbuatan itu sebenarnya
SukaSuka
“when you kill thousands of people you are a hero… but when you kill one people you are a murderer.”
penyampaiannya lugas dan apik, dan membuat saya tersenyum. penerjemahnya keren banget, karena dapet banget maknanya. salute!
SukaSuka
Reblogged this on ajengsetyo.
SukaSuka
1. Menurut kamu, kenapa Luigi ingin membunuh Alberto?
Luigi ingin membunuh Alberto karena dendam pribadinya. Alberto pernah mengkhianati Luigi, dan mempermalukannya di depan seorang wanita.
2. Siapakah yang lebih bermoral, Luigi atau para prajurit yang lain?
Prajurit yang lain lebih bermoral daripada Luigi, karena mereka berperang bukan demi ambisi pribadi, tapi demi kepentingan bersama, yaitu tugas negara; sedangkan Luigi ikut berperang hanya karena ingin membalaskan dendamnya pada Alberto. Kemudian, Luigi membunuh Alberto ketika telah memasuki masa damai, bukan ketika sedang perang; jadi perbuatan Luigi membunuh Alberto di akhir cerita tersebut, termasuk dalam perbuatan kriminal. Prajurit yang lain tidak membunuh karena perang sudah berakhir. Seharusnya Luigi tidak perlu ikut menjadi prajurit kalau hanya ingin membunuh Alberto. Masalah pribadi, urus secara pribadi. Luigi pun tidak mau jadi prajurit kalau tidak bisa membunuh Alberto.
3. Apa kesan kamu setelah membaca cerita ini?
Kesan saya, ceritanya bagus sekali.
4. Apa pandangan kamu tentang moralitas setelah membaca cerita ini?
Cerita ini mengajarkan pada kita supaya tidak memanfaatkan kepentingan bersama hanya demi kepentingan pribadi; seperti yang Luigi lakukan dapat mencederai perdamaian diantara pihak Luigi dan Alberto; hanya karena perbuatan Luigi, kedua kubu bisa berperang kembali, tapi syukur tidak terjadi karena tidak ada kesalahpahaman.
SukaSuka
… Wow. Hahaha.
1. Menurut kamu, kenapa Luigi ingin membunuh Alberto?
Karena Luigi merasa kalau di dua aspek yang mengontrol struktur sosial pria (woman (in this case lust), power, and money), dia dijatuhkan oleh Alberto. Tiga hal itu sangat mengontrol seorang lelaki, dan bisa dilihat bahwa dari reaksi Luigi. Wanita dianggap lemah oleh pria, dan ketika pria dipermalukan di depan wanita, the pain is raw. It’s a showdown of power, and Luigi lost. He didn’t get the woman, he didn’t get the power, and he didn’t get the pride.
2. Siapakah yang lebih bermoral, Luigi atau para prajurit yang lain?
Luigi. :’) He’s my obvious choice. He’s not some meathead going to war and killing people over an order.
3. Apa kesan kamu setelah membaca cerita ini?
Wow. Hahah. Kapan bisa nulis kayak gini.
4. Apa pandangan kamu tentang moralitas setelah membaca cerita ini?
Moralitas adalah alat yang kita gunakan untuk menentukan baik/buruknya seseorang. Dan standar moralitas itu mengikuti standar demokrasi (suara terbanyak), meski sebagian besar (mungkin 90%) suara tersebut tidak paham dengan pilihan mereka sendiri. Mereka melihat untuk keuntungan mereka, tapi tidak melihat kerugian yang didapatkan oleh outsider (bisa dilihat dari korban perang yang kalah). All in all, I hate this social structure some more after reading this. Haha. Should not have war in the first place. Because this world always addopt jungle law.
And I love ajeng words, “when you kill thousands of people you are a hero… but when you kill one people you are a murderer.”
Berasa ngena sama seseorang yang lagi dituntut di demo2 belakangan. Haha.
Btw, saya kaget liat nama saya pernah komen di beberapa kisah di sini beberapa tahun lalu. Enggak ingat pernah baca2 di sini.
SukaSuka