Italo Calvino
Dahulu kala, ada sebuah negara yang semua penduduknya memiliki profesi sebagai pencuri.
Setiap malam, masing-masing penduduk pergi keluar rumah membawa sebentuk linggis dan sebuah lampu petromaks—lalu merampok rumah tetangga mereka. Ketika mereka kembali ke rumah masing-masing di saat subuh, seraya menggotong hasil curian, mereka akan menemukan bahwa rumah mereka sudah habis dirampok.
Dengan begitu semua orang hidup secara harmonis, tidak ada warga yang terlampau miskin—karena satu orang merampok orang lain, dan orang itu merampok orang lain lagi, dan begitu terus sampai seluruh warga melakukan hal yang sama. Di negara ini, bisnis dan penipuan adalah suatu kesatuan. Posisi penjual dan pembeli sama bejatnya. Pemerintahan di negara ini juga dibentuk oleh organisasi kriminal yang sengaja dirancang untuk mencurangi rakyatnya. Sementara rakyat menghabiskan waktunya mencurangi pemerintah. Maka hidup berlangsung tanpa ada masalah—dan rakyat di negara ini tak ada yang kaya ataupun miskin.
Namun suatu hari—entah bagaimana—seorang jujur muncul di negara itu. Di malam hari, saat warga lain sibuk merampok para tetangga, orang itu justru berdiam di rumah sambil merokok dan membaca novel. Ketika sekelompok perampok tiba di rumahnya, mereka terkejut mendapati rumah itu dalam keadaan terang-benderang. Akhirnya mereka pergi diam-diam.
Tentu saja, keadaan ini menciptakan ketimpangan. Si orang jujur ditegur dan diberi nasihat bahwa keengganan dia untuk merampok membuat orang lain kehilangan mata pencaharian. Karena bila dia tidak berpartisipasi dan keluar dari rumahnya di malam hari, maka akan selalu ada keluarga yang terpaksa kelaparan keesokan harinya.
Si orang jujur tidak bisa membela diri. Maka ia setuju untuk keluar dari rumahnya setiap malam dan kembali di waktu subuh; tapi tetap saja dia tidak mau mencuri. Dia adalah orang jujur, dan hal itu tidak bisa diubah. Setiap malam, dia berjalan ke arah jembatan dan memandangi aliran air di bawahnya. Setelah itu, dia akan pulang dan menemukan rumahnya sudah dirampok.
Dalam waktu kurang dari seminggu, si orang jujur akhirnya jatuh miskin. Ia tidak punya uang dan rumahnya habis dirampok. Tak ada makanan sama sekali. Tapi ini salah dia sendiri. Gara-gara dia ingin hidup jujur, sistem yang selama ini sanggup menopang kehidupan masyarakat sekarang jadi berantakan. Si orang jujur telah membiarkan dirinya dirampok habis-habisan, tanpa balas merampok orang lain; maka setiap subuh, selalu ada keluarga yang seisi rumahnya masih utuh—yang seharusnya dirampok oleh si orang jujur malam sebelumnya. Nah, oleh sebab itu, keluarga yang rumahnya tidak dirampok akhirnya jadi lebih kaya dari yang lain. Hal ini menyebabkan mereka berhenti mencuri. Sementara keluarga yang mendapat giliran merampok rumah si orang jujur terpaksa pulang ke rumah dengan tangan kosong—dan karenanya jadi miskin.
Setiap malam, mereka yang sudah kaya mengikuti kebiasaan si orang jujur untuk berdiri di atas jembatan seraya memandangi aliran air di bawah mereka sampai subuh tiba. Hal ini menambah kacau suasana—karena orang kaya semakin banyak, dan orang miskin juga semakin banyak.
Sekarang para warga yang sudah kaya sadar bahwa jika mereka menghabiskan waktu di atas jembatan setiap malam, lama-lama mereka juga akan jatuh miskin. Lantas, mereka berpikir: “Bagaimana kalau kita bayar orang-orang miskin agar mencuri untuk kita setiap malam?” Maka dibuatlah kontrak kerja, lengkap dengan persetujuan gaji dan bonus persenan (tetap dengan tipuan ini-itu dari kedua belah pihak: mereka tetap memiliki mental pencuri). Hingga pada akhirnya: yang kaya jadi semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin.
Mereka yang kaya hidup dengan sangat berlimpah hingga tidak perlu lagi mencuri atau membayar orang agar mencuri untuk mereka. Tapi jika mereka berhenti mencuri, mereka akan jatuh miskin: hal ini tidak bisa dielakkan. Warga yang miskin pasti akan merampok mereka habis-habisan. Tidak hilang akal, warga yang kaya menawarkan upah bagi warga yang sangat miskin untuk melindungi rumah mereka dari warga miskin yang lain. Maka dibentuklah kesatuan polisi, dan dibangunlah penjara.
Begitulah—beberapa tahun setelah munculnya si orang jujur, tak ada lagi warga yang membicarakan masalah merampok atau dirampok: hanya tentang kekayaan dan kemiskinan. Meski begitu, mereka tetap bersikap seperti pencuri.
Hanya ada satu orang jujur di negara itu, namun hidupnya tak lama: karena dalam waktu singkat dia mati kelaparan.
2012 © Fiksi Lotus dan Italo Calvino. Tidak untuk dijual, digandakan, atau ditukar.
———————-
#CATATAN:
> Cerita ini berjudul “La Pecora Nera” karya ITALO CALVINO dan pertama kali terbit pada tahun 1993 dalam koleksi cerita pendek berjudul Prima che tu dica ‘Pronto’.
>> ITALO CALVINO adalah seorang jurnalis, novelis dan cerpenis berkebangsaan Italia yang telah menghasilkan lebih dari 20 buku, baik itu fiksi maupun non-fiksi. Ia tergolong sebagai salah satu penulis asal Italia yang paling dikenal di dunia.
#POIN DISKUSI:
1. Menurut kamu, apa interpretasi dari judul “Kambing Hitam” pada cerita ini?
2. Cerita ini sangat singkat, namun juga sangat ‘menendang’. Apa kesan kamu setelah membaca cerita ini?
3. Dalam cerita ini, Italo Calvino memadukan gaya kepenulisan “dongeng” dan “fiksi”—elemen apa lagi yang tampak kontras di sini, menurut kamu?
4. Sosok “si orang jujur” terkesan sederhana, namun sesungguhnya cukup kompleks. Apa tanggapan kamu terhadap sosok ini?
Maaf, sy ndak bisa jawab poin diskusinya..
tapi, menurut sy, kesamaan membuat semuanya seimbang meskipun itu dosa…
dan orang jujur tadi, hanya merusak keseimbangan… pasti dunia yang mencuri2 itu lama-lama membosankan… mngkin itulah yang di pikirkan penulis sehingga ada org jujur.
hahaha, keren deh. (y)^_^(y)
SukaSuka
Hi Eks Ye Zet,
Thanks ya sudah mampir dan memberikan komentar di sini 🙂
SukaSuka
Mirip Eks Ye Zet di atas, poin-poin diskusi di fiksi lotus itu kadang bikin takut. Haha. Seperti ada kesan susah jawabnya.
Kambing hitam itu mungkin si orang jujur ini, yang dikorbankan demi yang lain.
Sebenarnya, tanpa kedatangan orang jujur yang tiba-tiba itu, kota tadi akan tetap sama. Ada keseimbangan. Menurut saya, itu lebih bagus. Tidak ada yang terlalu kaya tidak ada yang terlalu miskin. Haha
SukaSuka
Hi Kucing Senja,
Kok takut? Justru ini kesempatan untuk saling bertukar pikiran. Lagipula, semua jawaban tidak ada yang salah ataupun benar. Yang penting adalah partisipasinya :)))
Terima kasih ya atas kunjungan + komentarnya :)))
SukaSuka
ga bisa ikut jawab poin. hehehe
tapi cerita ini emang jenius. saya merasa ketimpangan sosial antara kaya dan miskin adalah salah ‘si orang jujur’, seakan yang ia lakukan salah. tapi kan yang ia lakukan benar – jadi orang jujur.
yang benar disalahkan. itu dia kambing hitam.
‘si orang jujur’ kompleks. saya penasaran penjelasan bisa munculnya karakter ini di tengah masyarakat yang hobi mencuri. apa iya hanya tiba-tiba muncul? lalu ia lebih memilih pergi ke jembatan sambil melihat aliran air di bawahnya. kira-kira apa yang ia pikirkan y?
yang menarik juga ‘si orang jujur’ seperti hanya pasrah menerima keadaan.
Hmmm…
SukaSuka
Hi Kunto,
Cerita ini luar biasa juga buat saya. Singkat, tapi sangat mengena. Terima kasih ya atas kunjungan + komentarnya :))
SukaSuka
1. Emm.. dalam jawaban singkat, sulit jadi “orang jujur” di negara yang “keseimbangan ekonominya” ditopang dari hasil kerjasama mencuri.
2. Kesan sekilas? Oh ya, langsung ingat Indonesia.
3. Tragedi, moral politik, di antara lainnya.
4. Persis, kamu sukar hidup di tengah masyarakat yang suka mengutip, apalagi jika sudah membentuk sistem, emm, terdengar gak asing ya dengan Indonesia dan problem korupsinya yang berurat-berakar. IMHO.
SukaSuka
Hi Fahri,
Terima kasih atas kunjungan dan partisipasinya ya 🙂 Keempat poin yang kamu utarakan sangat menarik. Terutama poin pertama. :)))
SukaSuka
1. Interpretasinya: ketika kebenaran malah dipertanyakan dan dipersalahkan.
2. kesan mendalam dan kompleks: ‘Iya, ya, jadi orang jujur itu memang enggak mudah’ .
3. satir.
4. Sosok orang jujur ini sebenarnya memilih praktis. Baginya kejujuran itu sederhana. Meski dunia terlalu kompleks (kadang yang benar dianggap salah, dan sebaliknya) namun ia tetap memilih jujur menjadi dirinya sendiri. jujur menuruti kata hatinya. Jujur menjalankan apa yang dianggapnya benar, tetapi juga jujur menerima bahwa orang lain tak bisa menganggapnya benar.
SukaSuka
Halo,
Terima kasih ya atas partisipasinya dalam diskusi cerita. Semoga menikmati cerita2 lain yg ada di sini 🙂
SukaSuka
Mbak Maggie, saya ingin ikut berdiskusi.
1. Menurut kamu, apa interpretasi dari judul “Kambing Hitam” pada cerita ini?
Saya ingin menginterpretasikan bahwa ‘perbuatan mencuri’ dalam sistem masyarakat tersebut adalah wujud kewajiban moril warga lain dalam menghukum si pencuri. Ada tiga fase: sebelum datang orang jujur, sesudah datang orang jujur, setelah polisi dan penjara (pemerintah) terbentuk.
Pada fase pertama, sebelum datangnya orang jujur, masyarakat di sana baru sebatas memahami bahwa harus ada warga lain yang memberikan hukuman, tetapi tidak ada pemberian kewenangan yang jelas kepada si pemberi hukuman. Misalnya, Tn. A mencuri, maka Tn. B secara moril wajib menghukum Tn. A dengan cara mencuri ‘hasil curian’ Tn. A, namun tidak ada payung hukum bagi Tn. B dalam melaksanakan kewajiban moril tersebut sehingga Tn. B akan seketika itu juga menjadi tersangka pencurian. Dalam rantai berikutnya, Tn. C secara moril wajib menghukum Tn. B dengan cara mencuri ‘hasil curian’ Tn. B, namun tidak ada payung hukum bagi Tn. C dalam melaksanakan kewajiban moril tersebut sehingga Tn. C akan seketika itu juga menjadi tersangka pencurian.
Begitu seterusnya: ada kewajiban moril warga untuk menghukum pencuri, namun payung hukum belum dibuat, tak jelas kewenangan siapakah ini, sehingga warga yang menghukum seketika akan dipersalahkan, layaknya orang yang dikambinghitamkan, dan yang mempersalahkan akan kembali dipersalahkan, begitu seterusnya hingga menjadi rantai tertutup.
Pada fase kedua, muncullah orang jujur (OJ). OJ merasa tidak memiliki kewenangan untuk menghukum orang lain, karena tidak ada payung hukumnya (ia tidak mau jadi kambing hitam). Karena itu, ia memilih untuk berdiam di rumah. Misalnya jika Tn. Z mencuri maka secara moril OJ yang harus menghukumnya. Karena OJ tidak menjalankan kewajiban moril, warga berang. Sebetulnya bisa saja OJ ‘dilewati’, yakni orang yang seharusnya mencuri (baca:menghukum) OJ langsung datang ke rumah Tn. Z untuk menghukum perbuatan pencuriannya. Tapi begitulah kewajiban moril sudah tersusun, OJ-lah yang harus menghukum Tn. Z. Karena OJ tidak menjalankan kewajiban moril, warga menghukumnya, yakni dengan menyuruh OJ keluar rumah: hartanya habis dicuri. Dalam hal ini, OJ dicuri karena tidak melaksanakan kewajiban moril menghukum Tn. Z.
Pada fase terakhir, sudah timbul perbedaan kekayaan. Maka wajar jika kaum kaya lebih berhati-hati, jangan sampai pelaksanaan kewajiban moril malah mengakibatkan hartanya amblas. Maka mereka membentuk payung hukum: kewenangan pelaksana hukuman ditetapkan, yakni bukan mereka tetapi orang miskin yang disebut polisi. Dengan cara itu, kaum kaya tetap melaksanakan kewajiban moril menghukum pencuri (dengan membentuk sistem hukum di mana kewenangan menghukum pencuri ada di tangan polisi), tetapi bebas dari ‘kriminalisasi’ oleh pihak lain.
Cerita ini menggambarkan betapa tidak pantasnya manusia-sebagai-individu untuk mengambil ‘peran’ Tuhan dalam menghukum orang yang berbuat salah. Dalam titik ini, dibutuhkan polisi(pemerintah), yang diberikan kewenangan menghukum pencuri, sebagai wakil Tuhan di dunia ini.
Mohon maaf jika agak panjang. Cerita ini berkesan banget setelah saya membacanya.
SukaSuka
Hi Agus,
Terima kasih banyak atas partisipasi dalam diskusi cerita. Senang membaca masukan kamu yang sangat detail. Jangan khawatir soal “panjang komentar” selama boks teks-nya masih menyanggupi, kami juga sangat mendukung! 🙂 Dua boks pun tak apa! 🙂 Ayo, partisipasi di cerita lain juga :)))
SukaSuka
Keren!
tadinya ada kesan ini metafora dari kapitalisme dan lawannya (mgkn masy.tanpa kelas), tapi di beberapa bagian dijungkirbalikkan, sehingga kita boleh mengapresiasinya jadi apa saja yang kita mau.
SukaSuka
1. Kambing hitam adalah sosok. Sosok yang dibutuhkan setiap individu yang masih bernafas. Karena kita semua pastinya tidak mau mengakui kesalahan diri kita sendiri.
2. Hahaha… Sambil membaca cerpen ini memang saya berkali-kali tertawa, karena memang menampar kita sebagai warga negara.
3. Elemen sindiran mungkin ya.
4. Tokoh ini adalah kunci dari cerita ini. Karena tokoh ini yang mampu membuat konflik hadir. Sosok fiksi yang bisa menjadi bahan refleksi di kehidupan kita.
SukaSuka
Hi Riggie,
Terima kasih atas komentar + partisipasinya dalam poin diskusi. Cerpen-cerpen Italo memang sebagian besar merupakan “tamparan” terhadap kehidupan masyarakat dan itu juga yang membuat namanya begitu dikenal. Poin kamu yang pertama sangat menohok dan jitu. Observasi yang teliti dan sesuai dengan daya imajinasi Italo. Well done!
SukaSuka
1. intepretasinya: negara ini isinya pencuri dan orang-orang jujur yang bikin masalah
2. kesannya: kritis, gamblang sekaligus nendang
3. Elemen dongengnya hanya pengantar, yang lain metafora yang kental tapi telah disederhanakan dengan luar biasa
4. Dia sangat sederhana menurut saya, sederhana dalam menyikapi apapun, easy going, asal tidak berlawanan dengan hatinya. Meskipun easy going itu ternyata mengantarkannya pada mati kelaparan. Mungkin ada satu yang tidak tertembak oleh Calvino adalah orang-orang penderma. Mungkin kalau ada cerita lain Calvino menyingggung ini akan menyeimbangkan mbak. Tq
SukaSuka
Gila ini keren banget. Italo Calvino gw banget.. (ngakak)
SukaSuka
Halo.. Saya malah menangkap si orang jujur adalah tipe orang yg trlalu idealis. Dia menolak utk ‘patuh’ pd budaya/peraturan dilingkunganya, meskipun dia jg tdk brusaha melawannya dan malah membiarkan pencurian trus berlangsung (atau mungkin krn dia tdk punya teman utk melawan?). Saya mendapat kesan penulis ingin menyampaikan bahwa orang yg terlalu idealis pd akhirnya akan mati.
Kehadiran si orang jujur mengingatkan saya akan rantai makanan. Ketidakseimbangan ekosistem terjadi akibat adanya prubahan pola. *halah 😀
SukaSuka
saat saya membaca dari pertengahan sampai selesai , apa yang tergambar dalam pikiran saya yaitu”NEGRI NEGRI SAAT KINI” tak perlu melihat negri tetangga dan negri jauh , lihat saja negri kita sendiri seperti itukan ? tidak beda jauh . ini memang dunia , dimana sekarang politik setan dan hukum alam telah abadi menyatu.Terimakasih fiksi lotus saya merasa sudah diberi hadiah membaca ini.saya merasa khawatir dengan indonesia yang sudah tergambar seperti cerita ini.
SukaSuka
Ceritanya sangat singkat namun padat akan sindiran dan realita yang ada. Mungkin maksud penulis (menurut saya) ingin menunjukan bahwa sedikit kebaikan tidaklah terlalu mempengaruhi Sistem/Budaya Kejahatan yang ada. namun kita harus tetap punya idiealisme untuk mempertahankan kebaikan sehingga tidak terbawa arus. CMIWW
SukaSuka
Menurut saya, penulis ingin menyampaikan kondisi riil negara hari ini, tetapi dengan cara yang berbeda dan bahasa yang lebih ringan dan tidak bertele-tele.
Keren! ^^
SukaSuka
Reblogged this on rarabidja and commented:
Sukaaa ♥
SukaSuka
Saya tidak tahu mengapa, saya kok merasa ini sebuah pembacaan ulang terhadap al-kitab tentang watak manusia juga turunnya para nabi. Nabi disini digambarkan sebagai tokoh lugu yang pada akhirnya justru membawa masalah.
Menghancurkan equilibrium rampok-merampok dan menggiringnya pada tatanan baru: kaya dan miskin. Terakhir, kaya dan miskin dilihat sebagai keadaan yang lebih kompleks. Boleh jadi, Italo memberikan isyarat kecanggungannya antara baik dan buruk yang kacau lewat simbol kaya dan miskin. Keadaan ini hanya terjadi jika: ada Nabi yang pernah turun. Iya, sebagai kambing hitam. ^^
SukaSuka
Selalu asyik untuk membaca karya Italo Calvino, pesannya selalu dahsyat dan sarat kritik sosial. Saya juga seneng dg tulisannya yg lain, Teresa. Btw, asyik.
SukaSuka
1. Selesai membaca cerita, saya baru sadar jika judulnya adalah “Kambing Hitam”.
Awalnya gak mudeng kenapa judulnya begitu. Tapi mungkin karena si Orang Jujur di sini seakan jadi pihak yang disalahkan karena mengobrak-abrik tatanan yang sudah “harmonis” sebelumnya. Satir..
2. Saya kagum dengan cerita ini. Sindirannya begitu halus dan rapi 🙂
3. Hmm.. saya no idea untuk point ke tiga 😀
4. Sungguh ironi.. mungkin si Orang Jujur ini sebenarnya bisa jadi pahlawan seandainya dia gak cuma manut aja saat ditegur dan diberi nasihat bahwa keengganan dia untuk merampok membuat orang lain kehilangan mata pencaharian.
Ada salah satu kutipann dari Napoleon Bonaparte yang menurut saya cocok menjadi penutup untuk cerita ini.
“The world suffers a lot. Not because the violence of bad people. But because of the silence of the good people.”
SukaSuka
1. Menurut kamu, apa interpretasi dari judul “Kambing Hitam” pada cerita ini?
-Mengisahkan sebuah negara yang sudah tidak lagi berpegang pada ideologinya. Mereka telah menjual jiwanya pada sesuatu yang hina. Memuja kekayaan yang pada akhirnya menjadi sebuah kutukan. Ketika Kebenaran datang di anggap sebagai sesuatu yang aneh dan baru, padahal itu sebenarnya pondasi dasar bagi sebuah negara. Dan akhirnya Kebenaran akan hilang termakan kerakusan pada materi. Sebuah negara bisa berjalan dengan kejujuran dan sebuah negara bisa berjalan dengan kebodohan, ketamakan. Yang jelas kita tau mana yang lebih baik pada akhirnya. MESKIPUN SAKIT KEBENARAN ITU.
2. Cerita ini sangat singkat, namun juga sangat ‘menendang’. Apa kesan kamu setelah membaca cerita ini?
-Saya tau dari seorang teman situs ini. Dia menyarankan jika ingin membuat fiksi, bacalah karya-karya fiksi di siini. Dan … Sepertinya saya mulai terbiasa dengan gaya bahasa yang berat. Oke … kita lanjut ke pertannyaan, menurutku bukan hanya menendang, bahkan lebih keras lagi menampar, memukul, menonjok, dll yang lebih parah dari itu. Pada intinya cerpen ini berisi dengan sindiran terhadap siapa lagi kalau bukan kepemerintahan. Tapi sebagai pembaca bebas menentukannya, bisa juga dalam sebuah keluarga besar, dalam komunitas, organisasi, dll.
3. Dalam cerita ini, Italo Calvino memadukan gaya kepenulisan “dongeng” dan “fiksi”—elemen apa lagi yang tampak kontras di sini, menurut kamu?
-Menurut saya lebih kepada sindiran, ini adalah gaya cerpen jadul yang biasanya sarat dengan makna. He he he ngarang !
4. Sosok “si orang jujur” terkesan sederhana, namun sesungguhnya cukup kompleks. Apa tanggapan kamu terhadap sosok ini?
-Inilah poinnya menurutku, orang jujur itu bagaikan duri yang menempel di punggung belakang, bikin gregetan dan susah di lepas. Sudah seperti seharusnya sebuah cerpen harus memiliki sebuah masalah yang harus di selesaikan. Uniknya si Penulis mencoba memberikan solusi pada sebuah negara dengan cara yang berlawanan. Tulisan ini seperti sebuah obat yang harus di minum pada setiap elemen masyarakat yang mempunyai penyakit ketimpangan sosial.
Saya senang sekali membacanya.
F.E
SukaSuka
kupikir ‘kambing hitam’ adalah satire kepada semua tokoh yang terus-terusan mencari alasan untuk membenarkan tindakan mereka. entah itu si pencuri dan si jujur atau si kaya dan si miskin. atau jangan-jangan penulis sedang mengkritik manusia yang selalu menyalahkan sistem. kukira sama halnya ketika ceritanya dibalik, dimana masyarakat adalah orang-orang jujur dan ada satu yang mencuri, itu akan membuat ketimpangan juga. jadi menurutku, ketimpangan itulah yang membuat manusia bergerak dan dewasa. tapi bukan berarti mengamininya tanpa memikirkan jalan yang terbaik.
SukaSuka
1. Kambing hitam tidak hanya sekadar menggambarkan sosok yang benar dipersalahkan karena merusak tatanan kehidupan harmonis suatu masyarakat, tetapi juga menunjukkan bahwa memutuskan masuk ke dalam suatu masyarakat berarti juga harus membiasakan diri dengan sistem yang ada. Suatu sistem ada dan harus diikuti bukan tanpa alasan. Itu telah terbentuk dari orang-orang terdahulu. Mengikuti suatu sistem tidak akan menyakiti siapapun.
2. Suatu tamparan akan realita yang ada. Terkadang kita terlalu puas dengan sudut pandang kita sendiri. Memegang teguh prinsip hidup sendiri terdengar luar biasa, tapi di saat bersamaan itu mengerdilkan kita dengan tidak mau mendengarkan sudut pandang yang lain.
3.Satire. Italo berhasil menebarnya dengan sehalus mungkin. Sementara elemen dongeng di sini hanya sebagai pembuka untuk suatu hal besar.
4, Si orang jujur memang telah memegang teguh prinsip dengan menolak hidup bersama-sama di bawah satu tatanan masyarakat yang sama. Tapi dia telah berlaku tidak jujur dengan tanpa dia sadari. Dia menolak tetapi hanya diam saja membiarkan hal itu terjadi. Karena itulah dia dihukum dengan mati kelaparan. Tidak oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri. Saya pikir ini harga yang impas dengan dia yang tidak pernah mencuri dari siapapun, maka tidak akan ada orang yang menghukumnya. Sementara hukuman harus tetap berjalan bagi siapa saja yang bersalah. Hukum alam, adalah apa yang terpikirkan oleh saya.
SukaSuka
Cerita yang seru, ini poin yang kudapat
1. Karna mayoritas selalu benar dan orang jujur disalahkan.
2. Kesan saya, saling membagi satu sama lain akan menyebabkan pemerataan ekonomi, mulai itu dari warga sampai tingkat pemerintah mereka tau tapi dengan cara yang salah yaitu merampok sebab keiklasan dan kejujuran sulit untuk mendapatkanya.
3. Mungin elemen ironis
4. Kebaikan sekecil apapun akan membawa perubahan, meskipun itu meyakitkan.
SukaSuka