Ben Loory
Seorang pria berjalan di jalur yang benar. Karena itu, hidupnya lurus dan penuh keberuntungan. Ketika ia memandangi pesawat telepon, misalnya, bisa dipastikan tidak lama telepon itu pasti berdering. Lalu, kapan saja dia merasa terdorong untuk bermain judi, dia juga selalu menang.
Pria itu punya pekerjaan tetap, dan dia sangat cakap melakukan pekerjaan tersebut. Tampaknya tak ada hal di dunia ini yang terasa sulit baginya. Di kantor, ia menelepon orang-orang yang tepat dan mengatakan hal yang tepat pula, hingga jabatannya selalu dipromosikan dan ia tak luput meraup keuntungan berlipat.
Suatu hari, pria itu berjalan kaki pulang ke rumah. Tiba-tiba sebuah mobil menabraknya.
Begitu sadar, pria itu sudah terkapar di rumah sakit. Tidak masuk akal, bathinnya pada diri sendiri.
Saat itulah dia mendapati bahwa jalur yang selama ini ia tekuni tak lagi hadir di hadapannya, hilang begitu saja, bak debu yang tertiup angin.
Tanpa jalur tersebut, pria itu kehilangan pegangan. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ia bahkan tak tahu caranya melakukan apapun. Ia lupa cara menggunakan keran air, atau kapan harus ke kamar mandi.
Ketika istri dan anak-anaknya datang berkunjung ke rumah sakit, pria itu tak ingat siapa nama mereka.
Apa ada yang salah dengan otaknya? tanya sang istri.
Sang dokter menggeleng.
Dia hanya shock saja, kata sang dokter menjelaskan. Gara-gara kecelakaan itu. Nanti juga dia kembali normal.
Masalahnya, janji sang dokter terbukti tak terpenuhi. Pria itu tidak kembali normal. Saat dibebaskan dari rumah sakit, ia memutuskan untuk segera masuk kerja. Tapi berbeda dengan dahulu, kini ia tidak tahu caranya melakukan pekerjaan itu. Sebagian besar waktunya justru habis celingak-celinguk dari satu lantai gedung ke lantai lainnya, mencari lokasi ruang kerjanya sendiri. Lalu, ketika sesekali ia berhasil menemukan ruang kerjanya dalam gedung perkantoran tersebut, pria itu akan mengambil tempat duduk di belakang meja, menghadap ke jendela, sambil memandangi langit luas seharian penuh, memperhatikan pergeseran awan.
Lama-lama sang istri merasa khawatir—dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi—maka pria itu bercerita tentang jalur hidupnya.
Sebelumnya jalur itu selalu ada di hadapanku, ujar pria tersebut. Sekarang jalur itu hilang.
Sang istri tidak tahu harus berkata apa.
Sang istri hanya bisa merengkuh tubuh suaminya dengan erat, lalu menggiringnya ke dalam kamar tidur.
Namun seperti hal-hal lain yang dulu sangat mudah ia lakukan, pria itu kini juga tidak mengerti caranya bercinta.
Akhirnya, pria itu memulai kebiasaan baru berjalan kaki di malam hari. Ia berjalan tanpa tujuan, berputar-putar mengitari tempat yang sama. Suatu pagi ia kembali ke kediamannya dan menemukan rumah yang ia tinggali bersama istri dan anak-anaknya kosong melompong. Mereka telah pergi.
Pria itu berdiri di dalam kamar mandi seraya menodongkan sebentuk pistol ke kepalanya sendiri. Pelan-pelan, ia menarik pelatuknya. Lantas ia mendengar letusan tembakan yang menggelegar, disusul oleh lima letusan lain.
Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!
Di dinding kamar mandi, tepat di samping kepalanya, ada enam lubang kecil nan bundar yang sempurna. Anehnya, di kepala pria itu tak ada lubang sama sekali.
Tidak satu pun.
Pria itu akhirnya menarik diri dari dalam kamar mandi, dan terus melangkah agar semakin jauh dari rumah tersebut. Tidak lama, ia pun menyeberangi jalan raya, melewati sebuah bis, bangku taman, dan tanah kosong.
Pria itu terus berjalan. Terus, dan terus, dan terus. Ia ingat bahwa jalur yang dulu ia tekuni tak pernah bengkok ataupun meliuk—selalu terhampar lurus ke depan. Arah itulah yang selalu memandu setiap langkahnya.
Tapi itu dulu. Sekarang pria itu tak lagi mengindahkan kemana kakinya hendak melangkah; dan dia juga tidak ada niat untuk kembali ke kehidupan lamanya. Lantas bagaimana dengan anak-anak dan istrinya? Pekerjaannya? Pria itu terpaksa menarik garis lurus dan mencoret mereka dari kesehariannya.
Yang dia tahu hanyalah bahwa dia harus terus berjalan. FL
_____________________
#CATATAN:
*Kisah ini disadur dari cerita pendek bertajuk “The Path” karya BEN LOORY. Pertama kali diterbitkan di sebuah jurnal online MicroHorror di tahun 2009. Penulis sendiri yang memilih kisah ini untuk disadur ke dalam Bahasa Indonesia khusus untuk pembaca Fiksi Lotus, menyusul popularitas kisah sebelumnya, Tembok Misterius, yang dihadirkan di FL beberapa bulan lalu.
**Ben Loory adalah seorang cerpenis AS yang bermukim di Los Angeles. Buku koleksi cerpen-nya yang pertama, bertajuk “Stories for Nighttime and Some for the Day” akan diterbitkan pada pertengahan tahun 2011 oleh Penguin Group.
2010 © Hak Cipta. Fiksi Lotus dan Ben Loory. Tidak untuk diperjual-belikan, ditukar, ataupun digandakan.
adalah seorang pemimpi yang tidak suka tidur. Dan ketika didatangi mimpi, senang menganalisa mimpi itu seolah pertanda serius (padahal cuma bunga tidur). Ngelindur.
keren banget.
SukaSuka
Hi Rofiq. Terima kasih ya atas kunjungannya ke Fiksi Lotus.
SukaSuka
jadi berasa si pria sebenarnya tidak lepas dari garis lurusnya ya, garis lurusnya menuntun si pria untuk menjauh dari istrinya yg tidak setia. ceritanya penuh pesan ni. tx
SukaSuka
Yep. Atau bahwa “garis lurus” itu ternyata hanya imajinasi saja, dan sesungguhnya hidup lurus tak lebih dari sekadar manusia yang mengikuti insting saja 🙂 Cerita-cerita Ben Loory selalu unik dan menggelitik 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
wow, so unique. thanks ya, apdet terus!
SukaSuka
Hi Julya. Thanks juga. Semoga menikmati posting2 lain di Fiksi Lotus ya 🙂
SukaSuka
Terbiasa hidup mudah, nyaman, tanpa resiko atau tantangan. maka ketika satu ujian menerpa jiwa pun tidak siap menerima..
SukaSuka
Hi N,
Terima kasih atas komentarnya ya. Semoga menikmati cerpen2 lain yang ada di sini.
SukaSuka
sangat nendang, tak tertebak mau kemana. paling terkejut adalah pas
‘terpaksa menarik garis lurus dan mencoret mereka dari kesehariannya’
SukaSuka
Hi HaKim,
Cerpen2 Ben Loory hampir kesemuanya memberi tendangan khusus pada para pembaca. Ditunggu wawancara eksklusif bersama beliau ya! 🙂
SukaSuka
sip, saya nunggu nich
SukaSuka
Unik, keren…
tulisan Ben Loory ini genrenya apa mbak maggie?
SukaSuka
Hi Dhicovelian.
Genre tulisan Ben Loory adalah fantasi dan meta fiksi 🙂 Bisa juga dikategorikan dalam surealisme. Tapi lebih cenderung ke arah meta fiksi 🙂
SukaSuka
Jujur aja, kalo aku baca karya-karyanya Ben Loory ko ga kaya baca cerpen ato karya sastra ya, jadi kaya baca cerita yang biasa dituturkan sama motivator di seminar-seminar motivasi. Maaf karena mungkin keterbatasan bacaanku dalam berbagai aliran karya sastra, soalnya yang ini gayanya beda banget, belum pernah aku temuin sebelumnya 🙂
SukaSuka
Hai Novi.
Terima kasih ya atas komentar dan kunjungannya ke Fiksi Lotus. Sebenarnya karya Ben Loory ini termasuk ke dalam kantung sastra yang lebih ke arah meta-fiksi/fantasi/fiksi ilmiah. Cuma uniknya, dia jg bisa menggabungkan unsur ‘dongeng’ ke dalam cerita-ceritanya. Makanya format penulisannya lebih mirip anekdot, dengan sudut penceritaan yang spesifik, namun karakterisasi yang umum. Menurut aku, di situ kehebatan dia 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Move On. Itu kata yang ada dipikiran aku waktu selesai baca, aku baru baca ini sama buku tanpa aksara, keren banget.. menggugah dan menginspirasi… 🙂
SukaSuka
Saya jadi ingat pepatah orang batak: Hanya bangkai ikan yang mengikuti arus sungai… Wassallam..
SukaSuka
ini cerpen ben loory pertama yg saya baca.. agak membingungkan tapi iya unik sekali.. jadi ingin membaca karya ben loory yg lain.. mohon rekomendasi tulisan dari ben loory mbak.,
terimakasih 🙂
SukaSuka
Tidak benar-benar bisa saya mengerti tapi menarik hati~ dasar Ben loory
SukaSuka
Nilai keunikan cerpen ini pantas diacungi jempol
SukaSuka
Terimakasih telah menghadirkan cerita ini..
SukaSuka
Pasti melongo kalau sudah selesai baca cerpen karya ben loory.
SukaSuka
Ben Loory… Juara yaah
SukaSuka
Sangaaaatttt
SukaSuka